Film “Pangku” yang disutradarai oleh Reza Rahadian merupakan sebuah karya yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat, terutama di kawasan Pantura. Film ini mengisahkan tentang Sartika, seorang perempuan muda yang sedang mengandung dan memutuskan meninggalkan kampung halamannya demi mencari kehidupan yang lebih baik. Dalam perjalannya, Sartika bekerja di sebuah warung kopi milik Bu Maya, di mana ia terlibat dalam praktik kopi pangku yang sarat makna sosial dan ekonomi. Kisah ini menjadi gambaran nyata perjuangan perempuan di tengah kerasnya hidup yang penuh liku dan ketidakpastian.
Melihat dari sisi gender, film ini menghadirkan perspektif yang menyentuh soal posisi perempuan dalam masyarakat. Sartika sebagai tokoh perempuan harus menghadapi dilema berat, antara menjaga martabat dan memenuhi kebutuhan hidup demi anaknya. Film ini merefleksikan bagaimana perempuan seringkali berada pada posisi rentan dan dibebani oleh norma sosial yang ketat. Namun di balik itu, ada kekuatan dan keteguhan hati yang terpancar dari perjuangan Sartika sebagai seorang ibu tunggal, yang berusaha bertahan tanpa harus kehilangan harga dirinya.
Fenomena kopi pangku yang menjadi latar film membawa makna lebih luas tentang kondisi perempuan yang bekerja dalam industry tidak resmi, sering kali terjebak dalam sistem ekonomi yang tidak adil dan risiko sosial. Kopi pangku yang dalam film menjadi simbol tempat perempuan melayani pelanggan sambil “dipangku”, membuka diskusi tentang eksploitasi gender dan ketimpangan kekuasaan dalam ranah sosial ekonomi. Dengan cara yang sensitif, film ini mengajak penonton untuk memahami realitas sulit yang dihadapi perempuan kelas bawah secara lebih manusiawi dan empatik.
Reza Rahadian sebagai sutradara memanfaatkan kekuatan narasi dan akting para pemain untuk menghidupkan cerita yang penuh dengan emosi dan ketulusan. Keputusan merekam kisah perempuan yang jarang disentuh dalam film drama mainstream menunjukkan keberaniannya dalam mengangkat isu-isu sosial yang kompleks. Film ini juga menjadi sebuah refleksi budaya yang mengingatkan masyarakat akan peran perempuan sebagai penopang keluarga di tengah berbagai tantangan, serta pentingnya empati dan keadilan gender dalam kehidupan sehari-hari.
Dari sisi penonton, “Pangku” bukan hanya hiburan, tapi juga menjadi cermin sosial yang membuka mata akan kehidupan nyata banyak perempuan di luar sana. Cerita Sartika tidak hanya memuat kesedihan tapi juga kekuatan dan harapan, memberikan pesan bahwa walaupun hidup tak selalu manis, keberanian untuk terus melangkah adalah kunci utama dalam menjalani kehidupan. Pendekatan yang mudah dipahami membuat film ini relevan untuk berbagai lapisan penonton, tanpa memandang latar belakang sosial.
Secara keseluruhan, film ini mengajak penonton memahami bahwa isu gender yang terlihat dalam kehidupan sehari-hari, seperti ketidaksetaraan dan perjuangan perempuan bukanlah sesuatu yang jauh dan abstrak. Melalui “Pangku”, penonton diajak untuk melihat lebih dekat dan lebih manusiawi melalui pengalaman nyata seorang ibu muda yang berjuang keras di dunia yang penuh tantangan. Ini membuat film ini bukan hanya karya seni, tapi juga panggilan sosial yang penting bagi masyarakat luas.
Film “Pangku” yang tayang mulai November 2025, bukan hanya menjadi debut Reza Rahadian sebagai sutradara, tapi juga sebagai karya yang mengangkat suara perempuan yang sering terpinggirkan. Dengan sentuhan budaya lokal dan isu-isu kemanusiaan, film ini siap menjadi tontonan yang menginspirasi sekaligus mengedukasi. Pesan-pesan tentang ketahanan, harapan, dan keadilan gender yang terkandung di dalamnya diharapkan bisa membuka kesadaran lebih luas di masyarakat.
Sumber: Film Pangku Karya Reza Rahardian: Jadwal Tayang, Sipnosis-Daftar Pemain www.detik.com
Reza Rahardian sutradarai film “Pangku”, ini sipnosis hingga pamerannya www.antaranews.com
Sipnosis Film Pangku, Kisah Hidup Perempuan di Jalur Pantura Karya Reza Rahardian www.katadata.co.id

