Site icon Suplemind Indonesia

Apresiasi dan Tantangan Perempuan dalam Dunia Seni Jalanan

Masyarakat memiliki beragam pandangan terhadap perempuan yang bekerja sebagai seniman jalanan baik yang tampil di ruang publik seperti jalan, alun-alun, terminal, maupun pertunjukan spontan. Di satu sisi, banyak yang mengagumi keberanian, kreativitas, dan perjuangan perempuan ini yang memilih seni sebagai jalan hidup, di tengah keterbatasan ekonomi dan sistem dukungan formal. Di sisi lain, ada juga persepsi negatif yang sering kali dipengaruhi stereotip gender, norma budaya konservatif, dan kekhawatiran akan keselamatan atau citra moral.

Salah satu aspek positif yang sering dikemukakan adalah penghargaan terhadap ekspresi artistik dan keunikan mereka. Perempuan pekerja seni jalanan dianggap membawa warna berbeda dalam seni publik: mereka melebur kreativitas tradisional dan modern, membawa musik, seni pertunjukan, atau tari ke ruang-ruang publik yang biasanya dianggap milik seni formal. Banyak penonton memberi komentar apresiatif ketika menyaksikan mereka tampil, karena tampil di ruang publik menuntut keberanian tersendiri, terutama bagi perempuan, yang juga harus menghadapi tantangan keamanan dan stigma sosial.

Namun persepsi negatif tidak kalah nyata. Ada suara di masyarakat yang meragukan reputasi moral perempuan pekerja seni jalanan, terutama di malam hari atau di tempat yang dianggap kurang aman. Kekhawatiran bahwa tampil di jalan bisa membuka ruang untuk pelecehan, pencemaran nama baik, atau kerentanan terhadap bahaya fisik menjadi bagian dari kritik publik. Persepsi bahwa laki-laki lebih cocok tampil di ruang publik seni jalanan juga masih muncul, terkait gagasan bahwa perempuan sebaiknya bekerja di ruang privat atau seni yang dianggap “lebih sopan”.

Dimensi lain adalah bagaimana perempuan pekerja seni dijepit antara ruang publik dan ruang privat. Secara budaya, ada ekspektasi bahwa mereka tetap menjaga citra “bak wanita baik” ketika tampil di luar rumah, merawat penampilan agar sesuai norma, serta menyeimbangkan pekerjaan seni mereka dengan tanggung jawab keluarga. Beberapa masyarakat menghargai kemampuan mereka beradaptasi, tetapi dalam banyak kasus ekspektasi ini juga menjadi beban tambahan.

Harapan masyarakat terhadap persepsi yang lebih positif cukup besar. Banyak yang berharap agar pemerintah dan pemangku budaya menyediakan fasilitas pendukung, regulasi yang melindungi, pihak keamanan yang menjamin kenyamanan tampil, serta sistem penghargaan yang adil. Perempuan pekerja seni jalanan diharapkan tidak lagi dianggap “hiburan pinggiran” tetapi sebagai bagian dari budaya publik yang sah dan bernilai.

Sumber:

Perlindungan HAM bagi Perempuan Pekerja Seni

Exit mobile version